• GAWAT...!! TRAGEDI DI TEMANGGUNG




















    Hanya berselang dua hari dengan tragedi Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, kerukunan beragama kembali terkoyak. Selasa (8/2), penyerangan berdalih keyakinan terjadi di Temanggung, Jawa Tengah.
    Dua aksi anarkisme ini diduga kuat bukan aksi spontanitas tapi by design (dirancang-red). Untuk tragedi Cikeusik yang memakan 3 korban jiwa, polisi telah menetapkan dua tersangka dan terlacak ada aktor intelektual yang memobilisasai massa.
    Sementara, kerusuhan di Temanggung pihak berawajib juga sedang menelusuri sumber/ pengirim pesan singkat (SMS) yang menyebar rumor terdakwa penghinaan agama, Antonius Richmond akan dihukum ringan.
    Hal tersebut diakui Kapolri Jendral Pol Timur Pradopo. “Dua kerusuhan yang terjadi secara berurutan ini menunjukkan ada prosedur pengamanan yang harus dievaluasi karena keduanya sudah direncanakan,” katanya.
    Terkait bukti adanya rencana penyerangan, Kepala Polda Jawa Tengah Inspektur Jenderal Edward Aritonang di Mapolres Temanggung mengatakan, dalam SMS yang menggerakkan massa itu ternyata juga disebutkan rumor, terdakwa Antonius Richmond akan dihukum ringan. Padahal, faktanya terdakwa divonis lima tahun penjara, sesuai ancaman hukuman maksimal dalam pasal yang dituduhkan.
    Hal itu membuktikan ada unsur provokasi terkait dengan SMS yang menyesatkan itu. Untuk itulah, polisi akan terus mengusut tuntas kasus ini."Kami perintahkan semua kepala polsek untuk melakukan pendataan terhadap orang-orang yang bisa diduga turut serta berdasarkan hasil pemeriksaan video, rekaman gambar, dan keterangan saksi lain," ujarnya.
    Mabes Polri sendiri telah menetapkan satu orang tersangka dalam kasus pembakaran dua gereja dan satu sekolah kristen di Temanggung. "Kerusuhan Temanggung berinisial M, 22 tahun," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Boy Rafli Amar, Rabu (9/2).
    Untuk diketahui, rusuh di Temanggung mulai bergejolak dari gedung Pengadilan Negeri Temanggung. Selasa pagi, massa mengepung lokasi sidang kasus penistaan agama dengan terdakwa Antonius Richmond Bawengan. Pria 58 tahun ber-KTP Jakarta ini diadili karena membagikan buku dan selebaran berisi tulisan yang dianggap menghina umat Islam, khususnya menghina Ka’bah. Permohonan maafnya tak lantas mendinginkan amarah massa. Massa bertambah marah karena jaksa penuntut umum hanya mengajukan tuntutan maksimal lima tahun bui pada terdakwa.  Mereka minta terdakwa dihukum mati. Tak ada korban jiwa dalam kerusuhan ini, tapi dipastikan kerugian materi mencapai ratusan juta rupiah.
    Darurat Kebebasan Beragama
    Terpisah Ketua Presidum Pusat (PP)  Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Muliawan Margadana mengatakan Indonesia menghadapi darurat kebebasan beragama. “Kekerasan yang dilakukan kelompok kecil yang radikal adalah ancaman serius terhadap kehidupan berbangsa—karena silent majority masyarakat Indonesia masih amat toleran,”katanya.
    Hal senada Uskup Timika Mgr. John Philip Saklil. Kekerasan di Pandeglang dan Temanggung, membuktikan isu darurat kebebasan beragama “Ini sudah lama berlangsung,  dan isu darurat kebebasan beragama itu harus diterima dan dikaji dengan lapang dada dan jangan diterima sebagai ancaman” ujarnya.
    John Saklil mengatakan  dua kekerasan terakhir ini menunjukkan  betapa kaum kuat terus-menerus menekan yang lemah. Dan  pemerintah sungguh tak boleh membiarkan hal ini terjadi: “ Negara kita sudah seperti tanpa hukum dan tidak bisa melindungi hak-hak warganya.Kasus semacam ini kian sering terjadi dan bila pemerintah tidak menanggapinya dengan serius, destruksi  moral bangsa bakal makin besar,” ujarnya.
    Hal senada diungkapkan Rektor Universitas Paramadina Anis Baswedan. Dia berharap pemerintah tidak memberikan toleransi sedikit pun terhadap pelaku kekerasan. "Negara harus zero-tolerance terhadap kekerasan. Negara harus tumpas tuntas tunas-tunas kekerasan di Indonesia. Tanpa kompromi, tanpa pandang agamanya, rasnya atau parpolnya," ujarnya.
    Senada dengan Anis, Wakil Sekretaris FPKB DPR M Toha menilai kerusuhan di Temanggung merupakan salah satu indikasi, negara tidak mampu menciptakan kehidupan yang toleran. Karena itu, FPKB mendesak agar negara harus mampu menangani dan menyelesaikan ormas dan/atau kelompok tertentu yang selalu menggunakan cara-cara kekerasan.
    Toha juga menyayangkan lemahnya antisipasi yang dilakukan aparat keamanan. Fraksi PKB menuntut agar aparat keamanan harus berani menangkap para pelaku atau pihak lain yang terlibat kerusuhan. Semua pihak juga diminta menahan diri dan menghargai proses hukum yang tengah berjalan. "Bagaimana pun, penegakan hukum wajib dilaksanakan, bukan dengan cara main hakim sendiri," kata dia.
    Sementara Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla selain meminta pemerintah tegas, juga berharap tokoh agama berperan untuk menentramkan suasana yang memanas ini. Kalla mengungkapkan terkadang konflik yang dianggap konflik agama tidak didasari  faktor agama melainkan  faktor lain. "Jadi, sebenarnya bukan konflik agama tapi konflik yang disebabkan ketidakadilan politik dan ekonomi," ujarnya.
    Namun, mengapa konflik kerap selalu mengatasnamakan agama? Kalla menilai, karena solidaritas yang mengatasnamakan agama yang paling gampang dan cepat meluas. "Dan logika mereka, dibunuh dan membunuh masuk surga. Padahal, tidak ada ajaran yang mengatakan membunuh itu masuk surga. Jadi, orang salah logika, dikira masuk surga semua," kata Kalla.

    Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik, Daniel Sparingga mengeluarkan perintah tegas untuk melumpuhkan semua elemen yang bertindak anarkis di penjuru negeri. Daniel mengatakan dengan perintah ini, presiden menginginkan semua bentuk kekerasan dihentikan. "Cukup sudah, semua kekacauan ini harus dihentikan," tuturnya. Daniel menambahkan, presiden juga meminta semua tokoh agama untuk menaburkan kembali nilai-nilai musyawarah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa mempertanyakan sikap para tokoh lintas agama yang tidak bersuara sama sekali terkait penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, Pandegalang, Banten, dan kerusuhan di Temanggung, Jawa Tengah.

    "Tokoh-tokoh agama mungkin punya pertimbangan lain untuk tidak bertindak dan bersuara tentang apa yang terjadi terkait Ahmadiyah dan pembakaran gereja," kata Saan Mustopa di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (9/2).

    Menurut Saan, hal ini sangat ironis ketika tokoh-tokoh lintas agama berkumpul dan semua menyatakan tentang kebohongan pemerintah. Seharusnya, kata Saan, apa yang terjadi di Cikeusik dan Temanggung seharusnya menjadi tanggung jawab moral bagi tokoh-tokoh agama untuk menciptakan kerukunan umat beragama.

    "Harusnya kejadian tersebut menjadi tanggung jawab moral tokoh-tokoh agama untuk menciptakan kerukunan umat. Tapi sayangnya sampai hari ini, tidak terlihat aksi yang dilakukan oleh tokoh-tokoh agama," kata Saan.

    Saan menjelaskan, sebaiknya tokoh-tokoh agama itu tidak hanya pandai berbicara masalah politik dan menghujat pemerintah saja. Namun, ketika dihadapkan pada persoalan yang merupakan domain mereka, para tokoh agama itu tidak menunjukkan sikap spontan mereka. "Kita minta semua tokoh-tokoh agama untuk memberikan pengertian soal kerukunan umat beragama. Tidak bicara soal politik melulu," kata Saan.

    GP Ansor mengutuk keras tragedi perusakan dan pembakaran sejumlah gereja di Temanggung, Jawa Tengah akibat amuk massa. Sebagai tindakan nyata, Ansor akan mengirim Banser untuk melindungi dan membantu renovasi gereja-gereja yang rusak tersebut.

    "Tempat ibadah merupakan tempat suci dan  diagungkan umat beragama. Karena itu wajib hukumnya untuk dijaga dari gangguan siapa pun dan dari manapun," kata Ketum PP GP Ansor Nusron Wahid dalam rilis yang diterima detikcom, Selasa (8/2/2011).

    Menurut Nusron, tragedi perusakan dan pembakaran gereja itu dapat memicu disintegrasi bangsa.  Tindakan ini, lanjut Nusron, juga merupakan tindakan biadab dan tidak dapat ditolerir secara hukum dan moral di negara Indonesia. "Tidak ada ajaran agama apa pun yang memperbolehkan melakukan anarkhi, kendati dengan  tujuan menjalankan perintah agama," kata Nusron Wahid

    Negara lagi-lagi tidak boleh lemah, apalagi dikalahkan oleh segerombolan milisi yang melakukan tindakan anarkhi dengan dalih dan atas nama apa pun. "Ini koreksi besar buat negara dan aparatusnya. Kemarin Jemaah Ahmadiyah dibunuh dan dibiarkan. Sekarang gereja dibakar dan dirusak. Di mana perlindungan negara terhadap hak-hak sipil warga negara, properti, apalagi tempat ibadah," ujar Nusron.

    Ansor meminta kepada presiden untuk mengevaluasi kinerja Kapolri beserta seluruh jajaran kepolisian agar lebih tegas dan keras dalam memberikan perlindungan terhadap warga negara. "Polisi itu digaji negara. Jangan jadi penonton kalau ada kejadian genting. Tugas utamanya adalah melindungi warga bukan yang lain. Masak kejadian di Pandeglang tidak bisa dijadikan pelajaran bagi polis," kata dia.

    Karena itu, PP Ansor telah memerintahkan jajaran Ansor dan Banser di kawasan Kedu, agar bekerja sama dengan aparat keamanan dan elemen masyarakat lainnya agar memberikan perlindungan terhadap warga negara dan ikut menjaga fasilitas publik dan tempat agama, termasuk gereja yang menjadi sasaran amuk massa. "Ansor juga akan segera mengerahkan Banser di kawasan setempat, untuk membantu merenovasi gereja, tempat ibadah dan fasilitas publik lainnya yang rusak akibat anarkhisme massa," kata Nusron.


    sumber :http://www.surabayapost.co.id/ dan http://www.metrotvnews.com/ dan http://www.metrotvnews.com/

0 Coment:

Posting Komentar